Senin, 27 Februari 2012

Penyakit Kanker Insya Alloh Sudah Tidak Berbahaya Lagi

Kanker tidak lagi mematikan. Para penderita kanker di Indonesia dapat
memiliki harapan hidup yang lebih lama dengan ditemukannya tanaman
“KELADI TIKUS” (Typhonium Flagelliforme/ Rodent Tuber) sebagai tanaman
obat yang dapat menghentikan dan mengobati berbagai penyakit kanker
dan berbagai penyakit berat lain.

Tanaman sejenis talas dengan tinggi maksimal 25 sampai 30 cm ini hanya
tumbuh di semak yang tidak terkena sinar matahari langsung. “Tanaman
ini sangat banyak ditemukan di Pulau Jawa,” kata Drs.Patoppoi Pasau,
orang pertama yang menemukan tanaman itu di Indonesia .

Tanaman obat ini telah diteliti sejak tahun 1995 oleh Prof Dr Chris
K.H.Teo,Dip Agric (M), BSc Agric (Hons)(M), MS, PhD dari Universiti
Sains Malaysia dan juga pendiri Cancer Care Penang, Malaysia. Lembaga
perawatan kanker yang didirikan tahun 1995 itu telah membantu ribuan
pasien dari Malaysia , Amerika, Inggris , Australia , Selandia Baru,
Singapura, dan berbagai negara di dunia.

Di Indonesia, tanaman ini pertama ditemukan oleh Patoppoi di
Pekalongan, Jawa Tengah.

Ketika itu, istri Patoppoi mengidap kanker payudara stadium III dan
harus dioperasi 14 Januari 1998. Setelah kanker ganas tersebut
diangkat melalui operasi, istri Patoppoi harus menjalani kemoterapi
(suntikan kimia untuk membunuh sel, Red) untuk menghentikan penyebaran
sel-sel kanker tersebut.

“Sebelum menjalani kemoterapi,dokter mengatakan agar kami menyiapkan
wig (rambut palsu) karena kemoterapi akan mengakibatkan kerontokan
rambut, selain kerusakan kulit dan hilangnya nafsu makan,” jelas
Patoppoi.

Selama mendampingi istrinya menjalani kemoterapi, Patoppoi terus
berusaha mencari pengobatan alternatif sampai akhirnya dia mendapatkan
informasi mengenai penggunaan teh Lin Qi di Malaysia untuk mengobati
kanker. “Saat itu juga saya langsung terbang ke Malaysia untuk membeli
teh tersebut,” ujar Patoppoi yang juga ahli biologi.

Ketika sedang berada di sebuah toko obat di Malaysia , secara tidak
sengaja dia melihat dan membaca buku mengenai pengobatan kanker yang
berjudul Cancer, Yet They Live karangan Dr Chris K.H. Teo terbitan
1996.

“Setelah saya baca sekilas, langsung saja saya beli buku tersebut.
Begitu menemukan buku itu, saya malah tidak jadi membeli teh Lin Qi,
tapi langsung pulang ke Indonesia ,” kenang Patoppoi sambil tersenyum.

Di buku itulah Patoppoi membaca khasiat typhonium flagelliforme itu.
Berdasarkan pengetahuannya di bidang biologi, pensiunan pejabat
Departemen Pertanian ini langsung menyelidiki dan mencari tanaman
tersebut.

Setelah menghubungi beberapa koleganya di berbagai tempat, familinya
di Pekalongan Jawa Tengah, balas menghubunginya. Ternyata, mereka
menemukan tanaman itu di sana . Setelah mendapatkan tanaman tersebut
dan mempelajarinya lagi, Patoppoi menghubungi Dr. Teo di Malaysia
untuk menanyakan kebenaran tanaman yang ditemukannya itu.

Selang beberapa hari, Dr Teo menghubungi Patoppoi dan menjelaskan
bahwa tanaman tersebut memang benar Rodent Tuber. “Dr Teo mengatakan
agar tidak ragu lagi untuk menggunakannya sebagai obat,” lanjut
Patoppoi.

Akhirnya, dengan tekad bulat dan do’a untuk kesembuhan, Patoppoi mulai
memproses tanaman tersebut sesuai dengan langkah-langkah pada buku
tersebut untuk diminum sebagai obat. Kemudian Patoppoi menghubungi
putranya, Boni Patoppoi di Buduran, Sidoarjo untuk ikut mencarikan
tanaman tersebut.

“Setelah melihat ciri-ciri tanaman tersebut, saya mulai mencari di
pinggir sungai depan rumah dan langsung saya dapatkan tanaman tersebut
tumbuh liar di pinggir sungai,” kata Boni yang mendampingi ayahnya
saat itu.

Selama mengkonsumsi sari tanaman tersebut, isteri Patoppoi mengalami
penurunan efek samping kemoterapi yang dijalaninya. Rambutnya berhenti
rontok, kulitnya tidak rusak dan mual-mual hilang. “Bahkan nafsu makan
ibu saya pun kembali normal,” lanjut Boni.

Setelah tiga bulan meminum obat tersebut, isteri Patoppoi menjalani
pemeriksaan kankernya. “Hasil pemeriksaan negatif, dan itu sungguh
mengejutkan kami

Para dokter itu kemudian menanyakan kepada Patoppoi, apa yang
diberikan pada isterinya. “Malah mereka ragu, apakah mereka telah
salah memberikan dosis kemoterapi kepada kami,” lanjut Patoppoi.

Setelah diterangkan mengenai kisah tanaman Rodent Tuber, para dokter
pun mendukung Pengobatan tersebut dan menyarankan agar
mengembangkannya. Apalagi melihat keadaan isterinya yang tidak
mengalami efek samping kemoterapi yang sangat keras tersebut. Dan
pemeriksaan yang seharusnya tiga bulan sekali diundur menjadi enam
bulan sekali.”Tetapi karena sesuatu hal, para dokter tersebut tidak
mau mendukung secara terang-terangan penggunaan tanaman sebagai
pengobatan alternatif,” sambung Boni sambil tertawa.

Setelah beberapa lama tidak berhubungan, berdasarkan peningkatan
keadaan isterinya, pada bulan April 1998, Patoppoi kemudian
menghubungi Dr.Teo melalui fax untukmenginformasik an bahwa tanaman
tersebut banyak terdapat di Jawa dan mengajak Dr. Teo untuk
menyebarkan penggunaan tanaman ini di Indonesia.

Kemudian Dr. Teo langsung membalas fax kami, tetapi mereka tidak tahu
apa yang harus mereka perbuat, karena jarak yang jauh,” sambung
Patoppoi.

Meskipun Patoppoi mengusulkan agar buku mereka diterjemahkan dalam
bahasa Indonesiadan disebar-luaskan di Indonesia, Dr. Teo menganjurkan
agar kedua belah pihak bekerja sama dan berkonsentrasi dalam usaha
nyata membantu penderita kanker di Indonesia.

Kemudian, pada akhir Januari 2000 saat Jawa Pos mengulas habis
mengenai meninggalnya Wing Wiryanto, salah satu wartawan handal Jawa
Pos, Patoppoi sempat tercengang. Data-data rinci mengenai gejala,
penderitaan, pengobatan yang diulas di Jawa Pos, ternyata sama dengan
salah satu pengalaman pengobatan penderita kanker usus yang dijelaskan
di buku tersebut. Dan eksperimen pengobatan tersebut berhasil
menyembuhkan pasien tersebut.

“Lalu saya langsung menulis di kolom Pembaca Menulis di Jawa Pos,”
ujar Boni. Dan tanggapan yang diterimanya benar-benar diluar dugaan.
Dalam

Pasien pertama yang berhasil adalah penderita Kanker Mulut Rahim
stadium dini. Setelah diperiksa, dokter mengatakan harus dioperasi.
Tetapi karena belum memiliki biaya dan sambil menunggu rumahnya laku
dijual untuk biaya operasi, mereka datang setelah membaca Jawa Pos.

Setelah diberi tanaman dan cara meminumnya, tidak lama kemudian pasien
tersebut datang lagi dan melaporkan bahwa dia tidak perlu dioperasi,
karena hasil pemeriksaan mengatakan negatif.
Berdasarkan animo masyarakat sekitar yang sangat tinggi, Patoppoi
berusaha untuk menemui Dr. Teo secara langsung.

Atas bantuan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen
Kesehatan, Sampurno, Patoppoi dapat menemui Dr. Teo di Penang ,
Malaysia . Di kantor Pusat Cancer Care Penang , Malaysia , Patoppoi
mendapat penerangan lebih lanjut mengenai riset tanaman yang saat
ditemukan memiliki nama Indonesia .

Ternyata saat Patoppoi mendapat buku “Cancer, Yet They Live” edisi
revisi tahun 1999, fax yang dikirimnya di masukkan dalam buku
tersebut, serta pengalaman isterinya dalam usahanya berperang melawan
kanker. Dari pembicaraan mereka, Dr. Teo merekomendasi agar Patoppoi
mendirikan perwakilan Cancer Care di Jakarta dan Surabaya ..

Maka secara resmi, Patoppoi dan putranya diangkat sebagai perwakilan
lembaga sosial Cancer Care Indonesia , yang juga disebutkan dalam
buletin bulanan Cancer Care, yaitu di Jl. Kayu Putih 4 No. 5, Jakarta
, telp. 021-4894745, dan di Buduran, Sidoarjo.

Cancer Care Malaysia telah mengembangkan bentuk pengobatan tersebut
secara lebih canggih. Mereka telah memproduksi ekstrak Keladi Tikus
dalam bentuk pil dan teh bubuk yang dikombinasikan dengan berbagai
tananaman lainnya dengan dosis tertentu. “Dosis yang diperlukan
tergantung penyakit yang diderita,” kata Boni.

Untuk mendapatkan obat tersebut, penderita harus mengisi formulir

Kemudian Dr. Teo sendiri yang akan mengirimkan resep sekaligus
obatnya, dengan harga langsung dari Malaysia , sekitar 40-60 Ringgit
Malaysia ,” lanjut Boni.
“Jadi pasien hanya membayar biaya fax dan obat, kami tidak menarik
keuntungan, malahan untuk yang kurang mampu, Dr.Teo bisa memberikan
perpanjangan waktu pembayaran. ” tambahnya.

Sebenarnya pengobatan ini juga didukung dan sedang dicoba oleh salah
satu dokter senior di Surabaya, pada pasiennya yang mengidap kanker
ginjal. Ada dua pasien yang sedang dirawat dokter yang pernah menjabat
sebagai direktur salah satu rumah sakit terbesar di Surabaya ini.

Pasien pertama yang mengidap kanker rahim tidak sempat diberi
pengobatan dengan keladi tikus, karena telah ditangani oleh
rekan-rekan dokter yang telah memiliki reputasi. Setelah menjalani
kemoterapi dan radiologi, pasien tersebut mengalami kerontokan rambut,
kulit rusak dan gatal, dan selalu muntah.

Tetapi pada pasien kedua yang mengidap kanker ginjal, dokter ini
menanganinya sendiri dan juga memberikan pil keladi tikus untuk
membantu proses penyembuhan kemoterapi.
Pada pasien kedua ini, tidak ditemui berbagai efek yang dialami
penderita pertama, bahkan pasien tersebut kelihatan normal. Tetapi
dokter ini menolak untuk diekspos karena menurutnya, pengobatan ini
belum resmi diteliti di Indonesia

Menurutnya, jika rekan-rekannya mengetahui bahwa dia memakai
pengobatan alternatif, mereka akan memberikan predikat sebagai
“ter-kun” atau dokter-dukun.
“Disinilah gap yang terbuka antara pengobatan konvensional dan
modern,” kata dokter tersebut.

Banyak hal menarik yang dialami Boni selama menerima dan memberikan
bantuan kepada berbagai pasien. Bahkan ada pecandu berat putaw dan
sabu-sabu di Surabaya , yang pada akhirnya pecandu tersebut mendapat
kanker paru-paru. Setelah mendapat vonis kanker paru-paru stadium III,
pasien tersebut
mengkonsumsi pil dan teh dari Cancer Care. Hasilnya cukup mengejutkan,
karena ternyata obat tersebut dapat mengeluarkan racun narkoba dari
peredaran darah penderita dan mengatasi ketergantungan pada narkoba
tersebut.

“Tapi, jika pecandu sudah bisa menetralisir racun dengan keladi tikus,
dia tidak boleh memakai narkoba lagi, karena pasti akan timbul
resistensi. Jadi jangan seperti kebo, habis mandi berkubang lagi,”
sambung Boni sambil tertawa.

Juga ada pengalaman pasien yang meraung-raung kesakitan akibat
serangan kanker yang menggerogotinya, karena obat penawar rasa sakit
sudah tidak mempan lagi. Setelah diberi minum sari keladi tikus,
beberapa saat kemudian pasien tersebut tenang dan tidak lagi merasa
kesakitan.

Menurut data Cancer Care Malaysia , berbagai penyakit yang telah
disembuhkan adalah berbagai kanker dan penyakit berat seperti kanker
payudara, paru-paru, usus besar-rectum, liver, prostat, ginjal, leher
rahim, tenggorokan, tulang, otak, limpa, leukemia, empedu, pankreas,
dan hepatitis
. Jadi diharapkan agar hasil penelitian yang menghabiskan
milyaran Ringgit Malaysia selama 5 tahun dapat benar-benar berguna
bagi dunia kesehatan.

Bagi teman-teman yang memerlukan informasi lebih lanjut sehubungan
dengan artikel “Obat Kanker” bisa menghubungi perwakilan lembaga
sosial

“Cancer Care Indonesia “
Jl. Kayu Putih 4 no.5 Jakarta
telp : 021-4894745.
sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Alkin System