Selasa, 18 Oktober 2011

Mari Memberi Tanpa Pertimbangan

Cobalah untuk mengawali suatu hari anda dengan niat untuk memberi. Mulailah dengan sesuatu yang kecil yang tak terlalu berharga di mata anda. Mulailah dari uang receh. Kumpulkan beberapa receh yang mungkin tercecer di sana-sini, hanya untuk satu tujuan: diberikan. Apakah anda sedang berada di bis kota yang panas, lalu datang pengamen bernyanyi memekakkan telinga. Atau, anda sedang berada dalam mobil ber-ac yang sejuk, lalu sepasang tangan kecil mengetuk meminta-minta. Tak peduli bagaimana pendapat anda tentang kemalasan, kemiskinan dan lain sebagainya. Tak perlu banyak pikir, segera berikan satu dua keping pada mereka.

Barangkali ada rasa enggan dan kesal. Tekanlah perasaan itu seiring dengan pemberian anda. Bukankah, tak seorang pun ingin memurukkan dirinya menjadi pengemis. Ingat, kali ini anda hanya sedang “berlatih” memberi; mengulurkan tangan dengan jumlah yang tiada berarti? Rasakan saja, kini sesuatu mengalir dari dalam diri melalui telapak tangan anda. Sesuatu itu bernama kasih sayang.

Memberi tanpa pertimbangan bagai menyingkirkan batu penghambat arus sungai. Arus sungai adalah rasa kasih dari dalam diri. Sedangkan batu adalah kepentingan yang berpusat pada diri sendiri. Sesungguhnya, bukan receh atau berlian yang anda berikan. Kemurahan itu tidak terletak di tangan, melainkan di hati.

Dari : http://www.beritaunik.net/renungan/mari-memberi-tanpa-pertimbangan.html

Wanita super Kaya dari Keringat Sendiri


Zhang Xin namanya begitu populer di China. Namun siapa sangka, ratu properti ini masa kecilnya penuh dengan kesengsaraan. Zhang Xin, sang ratu properti, menghabiskan masa kecilnya di lantai lima, rumah susun di pinggiran Beijing. Makan nasi ransum dengan mangkuk besi bersama anak-anak pekerja keras China yang lain.


Saat remaja ia sempat menjadi buruh pabrik. Bekerja 12 jam dengan shift. Saat kerja inilah, sedikit demi sedit, Zhang bisa mengumpulkan uang. Pada usia 20, Zhang telah memiliki uang cukup, dan memutuskan hijrah ke Inggris. Dia mendapatkan bea siswa di Sussex. Kemudian, dia melanjutkan di Cambridge untuk menyelesaikan gelar master.


Kini, dua dekade setelah dia bekerja keras, Zhang bisa menatap dari lantai atas salah satu bangunan paling bergaya dan bergengsi di Beijing. Itulah bangunan miliknya, yang dibangun dari keringatnya sendiri. Zhang pun menjadi salah satu wanita terkaya dunia.
Baru-baru ini majalah Forbes menurunkan profil 10 perempuan miliarder dunia yang kekayaannya dari keringat sendiri. Bukan warisan maupun hibah. Salah satunya Zhang, yang memiliki kekayaan US$2 miliar atau sekitar Rp18 triliun.

Di bawah bendera SOHO, Zhang berhasil membangun kerajaan bisnis properti bersama suaminya. Dia berhasil mengubah cakrawala dari rumah beton kotor yang ia tinggali hingga 1970, menjadi gedung yang indah dan futuristik. “Pembangunan ini bertahap dan begitu lama,” kata dia kepada The Sunday Telegraph.


“Saya teringat ketika kami sedang berjuang membayar gaji dan tagihan. Bagaimana pun perusahaan harus terus bergerak meskipun dengan utang. Dengan kontrol biaya yang ketat, kami pun secara bertahap bisa mendapat keuntungan.” Meski telah sukses, dia tidak mau memamerkan kekayaannya. Penampilannya sangat sederhana. Bila menggunakan make up, tidak begitu kentara. Begitu juga dengan perhiasan, juga tidak berlebih.


Ditanya mobil apa yang dia pakai, dia ragu-ragu. Namun akhirnya menjawab. “Oh, itu Lexus. Saya tidak tahu modelnya.” Bahkan dengan triliunan rupiah kekayaan yang ia punya, Zhang tetap mempertahankan sikap hemat. Bila menggunakan pesawat, dia akan menolak menggunakan kelas satu. Padahal bagi dia, sangat mudah terbang ke mana pun dengan tiket paling mahal sekali pun.


“Ini bukan soal keterjangkauan, ini tentang hati nurani,” katanya. “Kelas bisnis ini sudah cukup nyaman.” Zhang yang sekarang berusia 45, lahir di China. Tumbuh dewasa selama paruh kedua dari Revolusi Kebudayaan (1966-1976). Dia merupakan putri generasi ketiga imigran Tionghoa yang pindah ke Burma dan kembali lagi ke Beijing pada 1950. Keluarga ini tinggal di sebuah bangunan utilitarian. Ibunya bekerja sebagai penerjemah resmi membantu menyebarluaskan pernyataan Deng Xiaoping dan Zhou Enlai. Saat sekolah, setiap siang Zhang pulang untuk makan nasi ransum dari kantin gedung itu.


“Hanya ada tiga jenis makanan, semua cukup buruk,” kenang dia. “Kami masing-masing memegang mangkuk nasi dan dibawa ke kantin. Petugas membagikan makanan dari wadah yang sangat besar,” kata dia sambil menunjuk foto pekerja konstruksi yang sedang mengantre makan di salah satu proyek bangunannya. “Rasanya seperti itu, hanya jauh lebih buruk.”


Saat itu, Zhang mengatakan, Beijing adalah kota muram. “Bangunan-bangunan itu kelabu, semua orang berpakaian abu-abu. Kami tidak pernah melihat langit. Tidak ada gagasan dari langit biru untuk sebuah kemakmuran,” katanya. “Semua orang berpakaian sama, makan sama, perbedaan antara satu orang dengan lain sangat kecil. Mungkin sama seperti perbedaan satu rambut dengan rambut lain di kepala Anda,” ujar Zhang.


Bekerja sebagai buruh pabrik di Hong Kong baginya tidak jauh lebih baik. “Itu mengerikan,” katanya. Setelah “melarikan diri” ke Inggris, pintu Zhang mulai terbuka. Dengan gelar master ekonomi pembangunan di tangannya, ia mendapat pekerjaan pertamanya di Goldman Sachs.


Pada 1994 ia kembali ke China, tergoda seperti ekspatriat lainnya yang terpikat oleh tawaran zona ekonomi khusus dan reformasi ekonomi. Seorang teman menyarankan Zhang memulai bisnis properti. Pan Shiyi namanya. Dia yang datang dari keluarga lebih miskin dari Zhang, memandang masa depan bisnis properti sangat bagus.


Empat hari kemudian, Pan mengusulkan semua ide kepada perempuan itu. Lalu mereka mendirikan SOHO. Bersama Pan yang kemudian menjadi suaminya, Zhang memulai bisnisnya pada 2007. Perusahaan ini sempat kolaps dengan utang US$1,65 miliar, namun kemudian sedikit demi sedikit utangnya bisa direstrukturisasi

Zhang Xin memulainya dari nol, kita pun bisa seperti dia!!!!

Surat Seorang Wanita yang Mencari Jodoh Pria Kaya

sepucuk surat dilayangkan seorang cewek cantik yang ingin mendapatkan pria kaya yang dimuat di suatu majalah. Suratnya ditanggapi oleh seorang pria kaya dengan serius. Bagus kata-katanya dan jangan lupa lihat nama pria yang membalas suratnya.

Seorang gadis muda dan cantik, mengirimkan surat ke sebuah majalah terkenal, dengan judul:

“Apa Yang Harus Saya Lakukan Untuk Dapat Menikah dengan Pria Kaya?”

Saya akan jujur, tentang apa yang akan coba saya katakan di sini. Tahun ini saya berumur 25 tahun.

Saya sangat cantik, mempunyai selera yang bagus akan fashion. Saya ingin menikahi seorang pria dengan penghasilan minimal $500ribu/tahun. Anda mungkin berpikir saya matre, tapi penghasilan $1juta/tahun hanya dianggap sebagai kelas menengah di New York . Persyaratan saya tidak tinggi. Apakah ada di forum ini mempunyai penghasilan $500ribu/tahun? Apa kalian semua sudah menikah? Yang saya ingin tanyakan: apa yang harus saya lakukan untuk menikahi orang kaya seperti anda? Yang terkaya pernah berkencan dengan saya hanya $250rb/tahun. Bila seseorang ingin pindah ke area pemukiman elit di City Garden New York , penghasilan $ 250rb/tahun tidaklah cukup.

Dengan kerendahan hati, saya ingin menanyakan:

- dimana para lajang2 kaya hang out?

- kisaran umur berapa yang harus saya cari?

- kenapa kebanyakan istri dari orang2 kaya hanya berpenampilan standar?

- saya pernah bertemu dengan beberapa wanita yang memiliki penampilan tidak menarik, tapi mereka bisa menikahi pria kaya?

- bagaimana, anda memutuskan, siapa yang bisa menjadi istrimu, dan siapa yang hanya bisa menjadi pacar?

ttd.

Si Cantik

______________________

Inilah balasan dari seorang pria yang bekerja di Finansial Wall Street :

Saya telah membaca surat mu dengan semangat. saya rasa banyak gadis2 di luar sana yang mempunyai pertanyaan yang sama. ijinkan saya untuk menganalisa situasi mu sebagai seorang profesional.

Pendapatan tahunan saya lebih dari $500rb, sesuai syaratmu, jadi saya harap semuanya tidak berpikir saya main2 di sini. dari sisi seorang bisnis, merupakan keputusan salah untuk menikahimu. jawabannya mudah saja, saya coba jelaskan, coba tempatkan “kecantikan” dan “uang” bersisian, dimana anda mencoba menukar kecantikan dengan uang: pihak A menyediakan kecantikan, dan pihak B membayar untuk itu, hal yg masuk akal. tapi ada masalah disini, kecantikan anda akan menghilang, tapi uang saya tidak akan hilang tanpa ada alasan yang bagus. faktanya, pendapatan saya mungkin akan meningkat dari tahun ke tahun, tapi anda tidak akan bertambah cantik tahun demi tahun. Karena itu, dari sudut pandang ekonomi, saya adalah aset yang akan meningkat, dan anda adalah aset yang akan menyusut. bukan hanya penyusutan normal, tapi penyusutan eksponensial.

Jika hanya (kecantikan) itu aset anda, nilai anda akan sangat mengkhawatirkan 10 tahun mendatang. dari aturan yg kita gunakan di Wall Street, setiap pertukaran memiliki posisi, kencan dengan anda juga merupakan posisi tukar. jika nilai tukar turun, kita akan menjualnya dan adalah ide buruk untuk menyimpan dalam jangka lama, seperti pernikahan yang anda inginkan. mungkin terdengar kasar, tapi untuk membuat keputusan bijaksana, setiap aset dengan nilai depresiasi besar akan di jual atau “disewakan.” Siapa saja yang mempunyai penghasilan tahunan $500rb, jelas bukan orang bodoh, kami hanya mau berkencan dengan anda, tapi tidak akan menikahi anda.

Saya akan menyarankan agar anda lupakan saja untuk mencari cara menikahi orang kaya. Lebih baik anda menjadikan diri anda orang kaya dengan pendapatan $500rb/tahun. Ini kesempatan yang jauh lebih bagus daripada mencari orang kaya bodoh. mudah2an balasan ini dapat membantu. Jika anda tertarik untuk servis “sewa pinjam,” hubungi saya.

ttd,

J.P. Morgan

Sedekahnya Si Tukang Becak

Di Klaten, Jawa Tengah, ada seorang tukang becak miskin tapi suka bershodaqoh. Meskipun miskin, ia tidak mau kemiskinannya membuatnya terhalang untuk bershodaqoh.
Shodaqoh yang dilakukannya ini tergolong cukup unik, yaitu dengan menggratiskan penumpangnya setiap hari Jum’at.
Pada suatu hari, datanglah seorang penumpang perempuan menghampiri tukang becak yang shaleh tersebut. Rupanya penumpang itu datang dari kota yang sangat jauh. Penumpang tersebut orang kaya kalau diliat dari cara berpakaian dan asesorisnya. Ia tidak bertanya berapa ongkosnya apalagi menawar kepadanya. Ia langsung naik saja.
Setelah sampai ditempat tujuan, penumpang itu memberikan uang jasa kepada tukang becak itu, tapi malah ditolaknya secara halus.
“Maaf, saya telah berjanji pada diri saya jika hari Jum’at saya akan menggratiskan semua penumpang saya. Saya selalu berusaha memegang kuat janji itu,”
Setelah tukang becak pergi, penumpang itu diam. Dia kecewa karena uangnya tidak diterimanya. Perempuan itu malah penasaran,” Saya akan buktikan pada hari Jum’at mendatang, saya penasaran, saya akan naik becaknya lagi. Apakah pada hari Jum’at besok ia masih tidak mau menerimanya uang jasa ataukah menerimanya??” demikian kata hati si perempuan tadi.
Setelah naik becaknya lagi pada hari Jum’at berikutnya, perempuan itu mencoba kembali memberi imbalan jasa, Tapi si tukang becak tetap tidak mau menerimanya.
Si Perempuan itu disadarkan oleh perilaku tukang becak dermawan itu. Ia menyadari atas kekeliruan dan kelalaian dirinya yang selalu egois dan tidak pernah memikirkan orang lain apalagi melakukan shodaqoh. Penumpang itu lalu memintanya agar diantarkan kerumah tukang becak itu. Ia ingin sekali mengenal lebih jauh keluarganya.
Setelah sampai dirumah tukang becak ini, perempuan itu disambut dengan hangat. Rumahnya sangat sederhana. Istrinya terlihat sangat terampil melayani tamunya. Tanda keshalehan tampak dari wajahnya, dalam caranya bertutur kata dan menghormati tamu. Sebelum pulang, si penumpang kaya raya tadi berkata kepada si tukang becak.
“Kebiasaan shodaqoh bapak telah menyadarkan sikap saya selama ini yang sangat egois. Hidup saya hanya saya habiskan untuk mengais harta tanpa sedikitpun memikirkan nasib orang lain yang membutuhkan. dan akhirnya, kini saya sadar tetang arti hidup ini dari mana dan kemana kita akan menuju.
“Sebagai tanda syukur kepada Alloh SWT, dan rasa terima kasih saya kepada Bapak, maka ijinkan saya bapak sekeluarga untuk naik haji bersama saya dan keluarga saya.
Dengan tertegun dan seperti tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya, si tukang becak tadi menitikan air mata tanda rasa syukur, rupanya doa-doanya selama ini juga masih didengar oleh Alloh SWT, doa yang selalu dipanjatkan walaupun secara nalar tidak bisa seorang seperti dirinya bisa menabung untuk berhaji,, “butuh berapa lama saya dapat mempunyai uang untuk dapat ke tanah suci???, untuk makan sehari-hari saja saya masih sulit..??”. Tapi doa seorang hamba sahaja ini rupanya sama dengan doa orang lain, entah kaya raya atapun pengusaha. Manusia didepan Alloh sama tidak ada bedanya, hanya manusia itu sendiri yang mengelompokan-ngelompokan. “Terima kasih ya Alloh,, Engkau tidak pernah tidur.
sumber http://donkissotes.blogspot.com

Minggu, 09 Oktober 2011

Ini Dia Anak yang Kaya Hati

Lalu Abdul Hafiz, adalah anak bungsu dari empat bersaudara. Ayahnya Mamiq Syamsul Hadi, berusia 67 tahun, adalah seorang pria tua yang sesekali bekerja sebagai buruh lepas. Ibunya bernama Baiq Sakyah, seorang ibu rumah tangga. Rumah orang tuanya berdinding gedek (anyaman bambu) dan beratap ilalang.

“IQ itu gak penting, yang penting semangat,” ungkap Lalu Abdul Hafiz dengan penuh keyakinan. Hal inilah yang selama ini ia buktikan. Kondisi ekonomi keluarganya tidak membatasi Hafiz dalam berprestasi hingga meraih perunggu dalam olimpiade astronomi di Kyrgiztan. “Saya ingin jadi guru fisika atau dosen astronomi,” ujar Hafiz mengenai cita-citanya. Ia hanya tersenyum simpul saat ditanya mengapa tidak menjadi astronom atau profesi lain yang lebih tinggi. Barangkali, kondisi ekonominya memaksanya untuk tidak bermimpi terlalu jauh. Namun, ia begitu mencintai astronomi sebagai bidang yang ingin ditekuninya.

Setiap harinya, ia mewajibkan dirinya untuk belajar 9 jam di siang hari dan 4 jam di malam hari. Buku-buku astronomi di perpustakaan sekolah pun sudah habis dibaca Hafiz seluruhnya. Ia bahkan rajin mencari tambahan melalui internet. Namun, hal ini harus puas dilakukannya dengan meminjam laptop milik temannya di sekolah. Untuk dapat menikmati akses internet dengan bebas di warung internet (warnet), ia pun masih terkendala jarak dan kemampuan ekonomi yang terbatas.

Menyadari keadaan ekonomi keluarganya, Hafiz giat menabung untuk membantu kedua orangtuanya. Hadiah menang olimpiade pun ia kumpulkan sedikit demi sedikit dalam tabungan. Hasilnya? Ia dapat membantu renovasi rumah kedua orangtuanya, hingga sekarang dapat memiliki dinding tembok dan atap genteng. Rumahnya masih sederhana, tapi setidaknya rumah mereka kini jauh lebih baik dari sebelumnya yang hanya berdinding bambu dan beratap ilalang. Kesederhanaan dan semangat Hafiz membuktikan bahwa keterbatasan ekonominya tidak menghalangi ia untuk berprestasi dan meraih apa yang selama ini dicita-citakan.

Jumat, 07 Oktober 2011

Ayo Bermimpi Mengubah Dunia

Bapak Hatta Rajasa mengajak kita untuk tidak takut bermimpi tinggi karena dengan bermimpi tinggi kitakan bisa mengubah dunia, hal itu di ungkap kan di Serpong, Tangerang, Jumat (7/10/2011) saat membuka Pelatihan Wirausaha Industri Inovatif.

"Teknopreuneur (wirausahawan berbasis industri inovatif) harus menjadi bagian dari manusia pemimpi yang mampu mengubah cara pandang kita. Kalau kita mampu menjadikan mimpi untuk mengubah dunia ini, maka dia sudah menjadi inovator," ujar Bapak Hatta.

"Dengan mimpi, kreativitas orang menjadi tak berbatas, hanya terhalang langit di atasnya. Tidak ada orang yang sukses tanpa dimulai dari mimpi. Mimpi adalah bagian dari kreatifitas tanpa batas," ujarnya.

Namun, tidak cukup hanya menjadi pemimpi, untuk mengantarkan seseorang menjadi individu yang berjiwa kewirausahaan masih diperlukan dua satu syarat mutlak lagi, yakni pemberani. Orang yang pemberani adalah individu yang mampu mengkalkulasikan risiko.

"Seorang Wirausahawan adalah pemberani, bukan pengecut. Pengecut itu adalah yang tidak mampu mengambil keputusan atau menghadapi risiko. Pemberani adalah mampu menghitung risiko. Berani melakukan segalanya tanpa perhitungan itu bukan pemberani, mungkin dia pengecut," tuturnya.

Hatta juga berpesan bahwa wirausaha itu bukan selalu pengusaha dalam arti sempit. Wirausaha merupakan nilai, sikap, perilaku, cara berpikir, dan kepemimpinan.

Selain itu, calon wirausaha jangan bermimpi untuk mendapatkan sukses dengan cepat, karena kesuksesan adalah sebuah proses yang harus dilalui, bahkan terkadang menyakitkan. Lihat saja pendiri Apple, mendiang Steve Jobs, yang pernah diberhentikan dari perusahaannya karena dianggap terlalu kreatif.

"Setelah berhenti, Jobs membangun perusahaan dengan modal 10 juta dollar AS. Setelah maju, perusahaannya itu dibeli oleh perusahaan tempatnya bekerja dengan harga 500 juta dollar AS. Pemimpin itu butuh ruang untuk berkreasi," kisah menteri yang pernah menjadi pengusaha selama 10 tahun ini.

Kawan telah banyak di buktikan, orang yang tadinya tidak punya apa-apa tapi dengan mimpi tinggi dan dengan perjuangan gigih untuk mencapainya maka akhirnya mimpi itu tercapai juga. Jadi kenapa takut bermimpi?? Ayo kita bermimpi yang tinggi..... tiru tokoh-tokoh terkenal seperti .....

Selasa, 04 Oktober 2011

Marwah Daud Jenguk anaknya ke Gontor

Ketika sedang berada di Bualemo, Gorontalo (17/11) saya menerima pesan singkat dari Nanda Akmal Firdaus Ibrahim, anak kedua saya yang sedang melanjutkan kuliah di Institut Studi Islam Darussalam sambil mengabdi di Pesantren Gontor, bunyinya: "Mama waktu mahasiswa dulu aktif di mana, Ma?" Saya jawab: "Waktu mahasiswa Mama aktif di HMI, senat mahasiswa, dewan mahasiswa, teater, MC kampus, koran kampus dan kursus bahasa Inggeris."

Besoknya ketika sedang berada di Makassar (18/11), melalui telepon Akmal menyampaikan "Ma, saya sedang dirawat di Balai Kesehatan Santri dan Masyarakat (BKSM -- rumah sakit pesantren), kata dokter ada gejala tifus." "Mungkin terlalu capek ikut orientasi Nak ya, bagaimana kalau Mama datang menemani di Gontor?" Nanda Akmal menjawab "Tak usah Ma, tidak apa-apa, sudah diberi obat kok, Ma."

Tanggal (20/11) ketika saya dalam perjalanan Jakarta-Ciamis untuk peresmian Pabrik Tapioka dan Mocal Paguyuban Patra-Cendekia, program kerjasama pokja Cassava ICMI dengan Pertamina: Nanda Dian, anak pertama saya, sarjana kedokteran yang kini sedang co-ast di UNHAS kirim pesan. "Mama dan Papa sebaiknya ke dek Akmal, sudah empat hari ia tak tidur, panas belum turun, dan sudah mulai halusinasi. Selain obat dek Akmal perlu ditemani, kasian jika sendirian."

Segera saya kontak Kak Ibrahim: "Bagaimana baiknya Pa? Papa bisa berangkat ke Gontor, Ponorogo dengan kereta Api Bima via Madiun jam 5.00 sore ini atau kita bisa berangkat bersama dengan pesawat via Surabaya besok. Perjalanan Jakarta-Ciamis 12 jam pulang pergi, jadi saya insya Allah baru tiba sekitar jam 9.00 malam di rumah." "Mama kan ada jadwal ke Pekanbaru besok, biar saya duluan berangkat sore ini, Mama ke Riau dulu sesuai komitmen, baru ke Gontor via Surabaya. Dan sebaiknya Mama menemani dulu semalam Nanda Bardan, karena hari ini adalah jadwal libur dua mingguannya kan dari sekolah di JIBBS, Bogor."

Sesuai komunikasi via telepon dan SMS, Kak Ibrahim berangkat jam 5.00 sore menuju Madiun untuk selanjutnya ke Gontor, Ponorogo. Saya sesuai rencana tiba jam 9.00 malam dan masih sempat bersama Nanda Bardan sekaligus menyampaikan rencana saya menengok kakaknya. Dia mengerti dan memberi izin. "Nanti dek Ihsan (sepupunya) kita ajak nemani Nanda Bardan." Kata saya.

Sekitar jam 2 subuh saya sudah bangun menyiapkan tas perlengkapan (siap untuk seminggu, juga air zam-zam yang diminta Nanda Akmal). Barang ini akan dibawa Mas Yusron ke Surabaya. Usai mengemas barang saya melakukan rangkaian sholat malam disertai doa khusus untuk kesembuhan nanda Akmal, dan membaca surah Al-Muluk sambil menanti subuh. Usai sholat subuh saya bersiap dan sudah harus memakai pakaian untuk langsung ke acara pelantikan Gubernur Riau. Sebelum keluar rumah saya minum susu Naco, teh madu, sarapan ringan lalu siap berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta.


Sekitar jam 5.30 subuh dalam perjalanan ke bandara. Kak Ibrahim telepon: "Alhamdulillah, Papa sudah tiba di Gontor dan sudah dengan Nanda Akmal." Di terminal keberangkatan Lion saya bertemu dengan rombongan. Irma Hutabarat, Lastri, Bu Alita dan dua orang wartawan 69++. Kami juga bertemu dengan teman KKSS yang juga akan menghadiri pelantikan. Jam 7.00 pagi kami berangkat dan tiba jam 8.30 kami langsung ke gedung DPRD mengikuti upacara pelantikan.

Usai memberi ucapan selamat kepada Pak Rusli Zainal, Gubernur terpilih, kami makan siang dengan Bupati Inhil, Pak Indra Adnan. Saya sekaligus pamit dan mohon maaf tidak bisa ke Tembilahan menghadiri acara pelantikan beliau sebagai Bupati untuk kedua kalinya. Padahal dengan Inhil kami punya keterkaitan khusus karena Tim MHMMD ikut dalam program pembangunan berbasis pedesaan di Inhil. Tim kami sudah melatih pejabat eselon dua, para camat, kepala desa, kepala sekolah, pimpinan rumah sakit dan puskesmas se-Kabupaten Inhil, Riau.
Sekitar jam 13.00 tatkala mampir sholat di hotel, Nanda Akmal SMS; "Ma, Wisma penuh dengan tamu dari Malaysia dan anggota Badan Wakaf, Hotel sekitar juga penuh, Mama nanti nginap di mana?" Nanda Akmal tak usah repot, Mama dan Papa kan datang untuk temani Nanda Akmal. Mama mau รข€˜lengket' dan nginap bersama Nanda Akmal, bahkan siap tidur di kursi."

Jam 14.00 kami kembali ke Bandara Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru, Riau. Pesawat yang harusnya berangkat jam 3.00 sore, tertunda antara lain karena menunggu pesawat wakil presiden mendarat dan menurunkan penumpang. Sambil menunggu saya bertemu dan ngobrol dengan Bang Asro dari Antara dan rombongan anggota DPRD Sulsel yang baru kunjungan ke Riau. Baru sekitar jam 5.30 kami berangkat, tiba Jakarta sekitar jam 19.10. Hanya sepuluh menit setelah tiba di ruang tunggu saya boarding untuk berangkat ke Surabaya.

Setiba di Bandara Juanda sekitar jam 21.30 saya SMS Kak Ibrahim. "Alhamdulillah Mama sudah di Surabaya, Pa." Dan segera beliau jawab: "Alhamdulillah tadi siang setelah saya usap rambut/garuk kepalanya, Akmal sudah bisa tidur sekitar 2 jam, kalau tadi pagi buburnya hanya dimakan 2-3 sendok, tadi siang dan malam buburnya sudah dimakan semua. Sejak jam 8.00 malam sudah tidur, sekarang juga masih tidur, jadi don't worry Mom." Saya bersyukur.

Dijemput Mas Yusron dan istri dan seorang pengemudi kami langsung bersiap ke Ponorogo, Gontor. Setelah mampir makan malam saya izin tidur di mobil. Perjalanan kami tempuh sekitar 5 jam. Pas azan subuh kami masuk di kompleks Pesantren Darussalam, Gontor.

Kondisi Nanda Akmal membaik. Bersama Papa diskusi tentang surah favorit dalam Al Qur'an. Nanda Akmal juga membaca buku Sang Pemimpi karya Andrea Hirata. Teman kuliah bergantian datang menjenguk. Beberapa saya kenal karena jika libur nanda Akmal sering mengajak teman dari berbagai daerah tinggal dirumah dan jalan-jalan keliling Jakarta.

"Sayang ya Ma, Akmal tak bisa hadir dan jadi juri acara Panggung Gembira santri kelas 6 malam ini. Tapi Mama bisa ke sana nanti saya kontak teman untuk siapkan tempat duduk untuk Mama." "Mama ke sini kan untuk temani Nanda Akmal, walau pingin lihat acara tapi biar kami di sini saja."

Esoknya kondisi Nanda Akmal semakin membaik. Kami ngobrol dan saya pijit dan gosok punggung, dada, tangan, betis, kaki, leher, dan kepala serta memotong kuku kaki Nanda Akmal. Kami me-review peta hidupnya. Ternyata sudah 7 tahun di Gontor dan ia rencanakan tiga tahun lagi di sana sampai selesai S-1 bidang Pendidikan Agama Islam dengan pendalaman khusus bidang Psikologi. Setelah itu ia rencana akan ke Kanada. Sahabatnya yang datang membesuk juga bertekad tetap mengajar, mengabdi dan selesaikan kuliah, satu akan ke Jepang dan satunya lagi akan ke Malaysia.

Kami juga me-review bersama jadwal hariannya: Pagi mengajar, dalam seminggu 15 jam untuk 4 mata pelajaran, siang di bagian penerimaan tamu, sore dan malam kuliah dan saat ini mengambil 12 mata kuliah, dan jadi moderator Friendster. Saya juga memberikan tips membaca cepat, membuat ringkasan, belajar bersama, dan mengatur waktu. Setelah me-review jadwalnya, dan agar bisa mengisi waktu lebih efektif, kepada Mama, Nanda Akmal minta dibelikan sepeda; dan agar insya Allah lebih sehat kepada Papa ia minta dibelikan sepatu dan baju olah raga.

Setelah tiga hari kak Ibrahim dan dua hari saya mendampingi Nanda Akmal, kami boleh kembali ke Jakarta dan ia sendiri bersiap keluar dari BKSM dan kembali masuk asrama.

Ketika saya tanya kami harus bayar berapa, Nanda Akmal menjawab: "Saya kan ustadz Ma, jadi tidak bayar, paling biaya tes darah sebesar Rp 80.000."

Sejak Nanda Akmal mondok, kami sekeluarga sering berkunjung ke Pesantren Gontor, terakhir sekitar sebulan lalu -- usai lebaran Idul Fitri - ketika mengantar nanda Akmal kembali setelah libur Ramadhan dan kami bersama keliling Pulau Jawa. Setiap kunjungan saya melihat sangat banyak sisi positif dari pesantren ini sebagai pusat pendidikan dan pengembangan karakter dan peradaban a.l.: suasana religius, sikap kemandirian, rasa kebersamaan dan jaringan antar santri dan alumni, tingkat kepercayaan diri, sense of purpose dan rencana masa depan, rasa hormat kepada pimpinan dan orang tua, panggilan tanggung jawab, jiwa pengabdian, kesederhanaan hidup, tingkat kedisiplinan dan rasa bangga pada almamater, masya Allah sangat tinggi dan sungguh luar biasa!

Seperti saya utarakan ketika acara dialog dengan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir beberapa waktu lalu: "Nusantara bisa berjaya, dan tampil menjadi salah satu pemimpin peradaban bukan hanya di Asia tapi Dunia jika kita mampu meningkatkan kualitas Imtaq dan Iptek manusia yang subhanallah nomor empat terbesar di dunia. Untuk itu kita perlu membangun dan mengembangkan pusat pendidikan berasrama a.l. model pesantren yang berkualitas unggul di 500 kabupaten atau kalau perlu di 6.000 kecamatan Indonesia."

Hari ini, di kamar ustadz BKSM saya samakin yakin bahwa Pesantren Darussalam, Gontor adalah salah satu model sistem pendidikan dan pembentukan karakter terbaik dimiliki bangsa ini dan semoga salah satu terbaik di dunia.

Nanda Akmal. Sehat Nak ya. We love you very much.

Pesantren Gontor... Selamat menyiapkan generasi baru Indonesia menyongsong Nusantara Jaya 2045. Insya Allah. Amiin.

(marwahdi@yahoo.com dan www.marwahdaud.com)
Alkin System