
“IQ itu gak penting, yang penting semangat,” ungkap Lalu Abdul Hafiz dengan penuh keyakinan. Hal inilah yang selama ini ia buktikan. Kondisi ekonomi keluarganya tidak membatasi Hafiz dalam berprestasi hingga meraih perunggu dalam olimpiade astronomi di Kyrgiztan. “Saya ingin jadi guru fisika atau dosen astronomi,” ujar Hafiz mengenai cita-citanya. Ia hanya tersenyum simpul saat ditanya mengapa tidak menjadi astronom atau profesi lain yang lebih tinggi. Barangkali, kondisi ekonominya memaksanya untuk tidak bermimpi terlalu jauh. Namun, ia begitu mencintai astronomi sebagai bidang yang ingin ditekuninya.
Setiap harinya, ia mewajibkan dirinya untuk belajar 9 jam di siang hari dan 4 jam di malam hari. Buku-buku astronomi di perpustakaan sekolah pun sudah habis dibaca Hafiz seluruhnya. Ia bahkan rajin mencari tambahan melalui internet. Namun, hal ini harus puas dilakukannya dengan meminjam laptop milik temannya di sekolah. Untuk dapat menikmati akses internet dengan bebas di warung internet (warnet), ia pun masih terkendala jarak dan kemampuan ekonomi yang terbatas.
Menyadari keadaan ekonomi keluarganya, Hafiz giat menabung untuk membantu kedua orangtuanya. Hadiah menang olimpiade pun ia kumpulkan sedikit demi sedikit dalam tabungan. Hasilnya? Ia dapat membantu renovasi rumah kedua orangtuanya, hingga sekarang dapat memiliki dinding tembok dan atap genteng. Rumahnya masih sederhana, tapi setidaknya rumah mereka kini jauh lebih baik dari sebelumnya yang hanya berdinding bambu dan beratap ilalang. Kesederhanaan dan semangat Hafiz membuktikan bahwa keterbatasan ekonominya tidak menghalangi ia untuk berprestasi dan meraih apa yang selama ini dicita-citakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar