Rabu, 14 Desember 2011

Jessica Cox, Pilot Pertama Tanpa Tangan

”Jangan Pernah Berkata Tidak Bisa”

Jessica Cox (27) memang terlahir tanpa kedua tangan. Namun istimewanya, Jessica tidak pernah menyesal mengapa ia terlahir seperti itu. Dia selalu tersenyum dan percaya diri. Bahkan, kepercayaan diri itu sudah terlihat sejak ia masih balita. Karenanya Jessica lebih mencurahkan energinya untuk berlatih menulis, menyisir rambut, mengetik, mencuci piring, menggunakan lensa kontak dan sebagainya dengan kaki, ketimbang menyesali diri.

Itu adalah sebuah keputusan. Bahwa penerimaan diri secara utuh memberi kita kebebasan untuk memilih kehidupan seperti apa yang hendak kita jalani,” tegas Jessica.

Namun, di balik kepercayaan diri itu, Jessica juga sempat berpikir mengapa dia terlahir tanpa tangan. ”Yah, gimana juga saya sempat berpikir mengapa saya terlahir seperti ini. Tapi, langsung deh pikiran itu saya tepis, Saya hanya berpikir kalau saya tidak terlahir seperti ini, mungkin saya tidak akan sekuat ini,” kata Jessica.

Jessica menambahkan bahwa ketika seseorang diberi kelemahan pada satu sisi, berarti ada kekuatan lain di sisi lain. ”Artinya ketika seseorang terlihat sempurna, berarti ia memiliki kelemahan yang kita tidak tahu. Bisa jadi kuat di fisik tapi lemah di mental,” papar gadis asal Tucson, Arizona ini.

Kekuatan mental itulah yang membawa anak kedua dari tiga bersaudara ini berprestasi di beberapa bidang. Seperti bela diri, akademik, penerbangan dan sebagainya.

Tidak Diketahui


Tapi apa sebenarnya yang menyebabkan Jessica terlahir tanpa tangan? Sejujurnya tidak pernah diketahui dengan pasti apa penyebabnya. Bahkan oleh dokter sekali pun.

Namun yang pasti sejak masih bayi kedua kaki Jessica seperti sudah tercetak untuk menggantikan fungsi tangan. Ketika kanak-kanak, perkembangan kemampuan kakinya sangat luar biasa.

Dia belajar makan dan menulis dengan kakinya. Atau berlatih tap dance dengan mantap. Jadi tidak heran jika beragam ketrampilan sudah Jessica kuasai sejak masih balita. Umur tiga tahun, Jessica masuk ke kelas gimnastik. Umur 6 tahun kakak dari Jackie ini ikut kelas berenang dan ikut kelas tari.

Empat tahun kemudian, Jessica mulai ikut kelas Tae Kwon-Do untuk bekal pertahanan dirinya dan itu berlanjut hingga dia meraih dua sabuk hitam. Sabuk hitam pertama diraih ketika berumur 14 tahun di Federasi Tae Kwon-Do Internasional. Kemudian dia bergabung di Asosiasi Tae Kwon-Do Amerika saat kuliah dan meraih sabuk hitam ke dua.

Kepandaian itu selain karena kerja keras Jessica juga berkat dukungan dari orangtuanya, pasangan William dan Inez. William dan Inez tidak sekali pun memperlakukan putri keduanya ini dengan berlebihan.

Sejak kelahiran Jessica, William dan Inez seperti sudah tercetak untuk memperlakukan putrinya ini dengan ’biasa’. ”Saya masih ingat, ketika kecil, ibu saya meletakkan mainan di kaki saya. Kemudian, spontan saya memainkan mainan itu dengan kaki seperti halnya anak-anak lain melakukannya dengan tangan,” ujarnya.

Tidak hanya itu, Inez yang berprofesi sebagai perawat itu juga mengajak Jessica untuk selalu aktif. Apapun dicobanya demi mendapatkan pengalaman baru.

”Karenanya saya bersyukur memiliki orangtua seperti mereka yang selalu mengajarkan banyak hal,” tutur gadis berkacamata ini.

Selain itu, William yang pensiunan guru ini juga mengajarkan untuk komitmen dengan sesuatu sampai tuntas.

”Artinya dalam mengerjakan sesuatu jangan setengah-setengah. Ketika kita memutuskan untuk melakukan satu hal,selesaikan hingga akhir, jangan pernah berhenti di tengah jalan. Itulah pelajaran yang sampai sekarang mengendap di hati dan pikiran saya,” ujarnya.


Ikut Kelas Penerbangan

Sayangnya, beberapa ketrampilan yang dia kuasai itu ternyata tidak mengubah cita-citanya ketika kecil. ”Ketika SD bercita-cita sebagai Superwoman yang bisa terbang. Dan waktu itu terbang identik dengan merentangkan tangan,” kata Jessica.

Sayang, karena tidak memiliki tangan, Jessica tidak bisa melakukan hal itu. Tapi ternyata imajinasi itu terus menghantuinya hingga dewasa. Meski waktu itu ia tidak bisa membayangkan bagaimana cara mewujudkannya.

Hingga akhirnya pada tahun 2005, Jessica ikut pertemuan penerbangan dan bertemu Robin Stoddard dari Wright Flight, organisasi penerbangan nirlaba yang berlokasi di Tucson.

Robin mendekati dan menawarkan apakah Jessica mau menerbangkan pesawat. Waktu itu Jessica sempat bingung.


”Di satu sisi saya takut untuk menerbangkan pesawat, tapi di sisi lain keinginan untuk bisa mengemudikan pesawat terus terngiang di pikiran saya. Akhirnya saya menerima tawaran itu, Robin memberi kesempatan untuk pelatihan beberapa jam dan itu membuat saya ketagihan,” katanya.

Jessica pun mengikuti pelatihan menerbangkan pesawat sport selama 74 jam. Hingga akhirnya ia berkesempatan terbang solo ke San Manuel.

”Wah, itu pengalaman luar biasa yang saya alami. Cita-cita saya sebagai Superwoman pun terkabul,” ujarnya.

Setelah tiga tahun berlatih baik secara teori maupun praktik, Jessica pun mendapatkan sertifikat pilot dari Federal Aviation Administration, bagian Departemen Transportasi AS. Yang pasti itu bukan perkara mudah.


”Pesawat adalah sesuatu yang tidak bisa kita modifikasi sesuka hati. Ketika kita ingin belajar menerbangkannya, kita harus menyesuaikan diri dengan kondisi pesawat itu,” papar Jessica.

Ia ingat apa saja kesulitan yang harus dihadapi saat kali pertama masuk pesawat sport itu. ”Tantangan pertama saat masuk pesawat adalah bagaimana mengancingkan sabuk pengaman. Butuh strategi khusus untuk menggunakannya,” katanya mengenang masa beberapa tahun lalu.

Namun, tantangan itu bukanlah yang terakhir. Masih banyak tantangan lain yang nyaris membuatnya menyerah. Tapi lagi-lagi dia teringat nasihat ayahnya. Dia harus menyelesaikan setiap pekerjaan hingga tuntas.

”Saya butuh waktu tiga tahun untuk melakukan sesuatu yang mungkin orang normal lain lakukan selama sekitar enam bulan,” katanya.

Namun hasilnya memang menggembirakan. Jessica berhasil melampaui ketiga hal itu. ”Banyak orang bilang itu tidak mungkin. Tapi kenyataannya tidak seperti itu. Semuanya mungkin, asal kita memang menetapkan dalam hati bahwa semua itu mungkin,” tegasnya.

Kata tidak mungkin memang tidak ada dalam kamus Jessica. ”Jangan pernah berkata tidak bisa atau tidak mungkin. Karena itu semacam doa buat kita. Ketika kita bilang mungkin, berarti ada semangat untuk mengalahkan keadaan tidak menyenangkan hingga akhirnya menjadi mungkin,” tambahnya.

Source

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Alkin System